Kurikulum Prototipe
Utamakan Pembelajaran Berbasis Proyek
Mulai tahun 2022 hingga 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan tiga opsi kurikulum yang dapat
diterapkan satuan pendidikan dalam pembelajaran, yaitu kurikulum 2013,
kurikulum darurat, dan kurikulum prototipe. Kurikulum darurat merupakan
penyederhanaan dari kurikulum 2013 yang mulai diterapkan pada tahun 2020 saat
pandemi Covid-19. Kurikulum prototipe merupakan kurikulum berbasis kompetensi
untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis
proyek (Project Based Learning).
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Perbukuan Kemendikbudristek, Supriyatno,
mengatakan saat ini kurikulum prototipe sudah diterapkan di 2.500 satuan
pendidikan yang tergabung dalam program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan
pada tahun 2021. Namun mulai tahun 2022, satuan pendidikan yang tidak termasuk
sekolah penggerak pun diberikan opsi untuk dapat menerapkan kurikulum
prototipe.
“Tidak ada seleksi sekolah mana yang akan menggunakan Kurikulum Prototipe,
namun yang kami lakukan hanya pendaftaraan dan pendataan. Sekolah-sekolah dapat
menggunakan kurikulum prototipe secara sukarela tanpa seleksi. Baru nanti tahun
2024 Kemendikbudristek akan menetapkan kebijakan mengenai kurikulum mana yang
akan dijadikan kurikulum nasional untuk pemulihan pembelajaran,” ujar
Supriyatno dalam kegiatan Sosialisasi Kurikulum dalam rangka Pemulihan
Pembelajaran di Kantor Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Bengkulu,
Senin (17/1/2022).
Supriyatno mengatakan, salah satu karakteristik kurikulum prototipe adalah
menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk mendukung pengembangan karakter
sesuai dengan profil pelajar pancasila. Dalam kurikulum prototipe, sekolah
diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran
yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah.
Pembelajaran berbasis proyek dianggap penting untuk pengembangan karakter siswa
karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman
(experiential learning). “Mereka mengalami sendiri bagaimana bertoleransi,
bekerja sama, saling menjaga, dan lain-lain, juga mengintegrasikan kompetensi
esensial dari berbagai disiplin ilmu,” kata Supriyatno.
Penerapan kurikulum prototipe untuk pemulihan pembelajaran mendapat
dukungan positif dari anggota Komisi X DPR RI, Dewi Coryati. Dalam
kesempatan yang sama, Dewi menuturkan, peserta didik maupun pendidik harus
mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mengejar ketertinggalan dalam
pembelajaran. “Seperti kata Charles Darwin, bukan yang terkuat yang menang,
bukan yang terbesar yang bertahan, tetapi yang mampu beradaptasilah yang akan
mampu bertahan. Kita di Bengkulu butuh adaptasi dengan waktu lebih panjang agar
dapat menyerap kebijakan ini lebih baik. Jadi apa yang terbaik untuk Bengkulu nanti
dapat ditambahkan dalam implementasi kurikulum prototipe,” ujarnya.
Terkait dengan pembelajaran berbasis proyek, Dewi berharap kurikulum prototipe
dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Bengkulu yang kehidupannya
agraris. Dewi mengatakan, salah satu produk agraria Bengkulu yang terkenal
adalah kopi. “Kita punya universitas namanya Pat Petulai. Titik beratnya di
sains perkopian. Ini yang perlu didukung. Sehingga kalau kurikulumnya
disederhanakan kemudian lebih mendalam pada satu bidang, maka harus
memperhatikan kebutuhan lokal dan melihat pasar ke depan, apa yang dibutuhkan,”
ujarnya.
Dewi berharap, keleluasaan yang diberikan kepada pendidik dalam
mengimplementasikan kurikulum prototipe dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga
mewujudkan pembelajaran yang fokus pada kebutuhan masing-masing daerah serta
memperhatikan kearifan lokal. “Sehingga anak-anak kita kalau nantinya akan
melanjutkan kuliah dan kurikulumnya sudah disederhanakan, dia akan menjadi
expert. Jadi dari kecil sudah fokus, lalu mengambil mata pelajaran yang
relevan,” katanya.
Penerapan Kurikulum Prototipe tidak hanya dilakukan oleh Kemendikbudristek,
melainkan membutuhkan dukungan berbagai pemangku kepentingan di bidang
pendidikan. Selain Kemendikbudristek dan Komisi X DPR RI, peran pemerintah
daerah juga sangat penting untuk melakukan pendampingan dalam mendukung
pemulihan pembelajaran.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Eri Yulian
Hidayat, mengatakan perlu adanya percepatan untuk memulihkan proses
pembelajaran. Karena itu ia sangat mengapresiasi upaya Kemendikbudristek dan
Komisi X DPR RI yang melakukan kegiatan sosialisasi kurikulum untuk mendukung
pemulihan pembelajaran.
Melalui kegiatan sosialisasi kurikulum, Eri berharap Kemendikbudristek dapat
memberikan pencerahan dan pembinaan agar pemerintah pusat terus bersinergi
dengan pemerintah daerah untuk pemulihan pembelajaran peserta didik. “Kita
menyadari betapa tertinggalnya anak kita dalam menyerap pembelajaran karena
pandemi. Ini merupakan cerminan awal upaya kita dalam rangka pemulihan
pembelajaran di Provinsi Bengkulu. Kalau ini kita lakukan secara bersama, saya
percaya pemulihan pembelajaran di Provinsi Bengkulu akan lebih baik dan lebih
maju ke depannya,” tegasnya.
Implementasi kurikulum prototipe di daerah juga akan didampingi oleh Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), salah satu unit pelaksana teknis
Kemendikbudristek yang ada di setiap provinsi. Kepala LPMP Bengkulu, Djohan
Achmadi, mengatakan kurikulum prototipe bertujuan untuk mengejar ketertinggalan
peserta didik akibat learning loss. LPMP Bengkulu siap mendukung
implementasi kurikulum prototipe. “Kami siap menyosialisasikan, melakukan
pendampingan, dan pemantauan penerapan kurikulum prototipe di Bengkulu. Tujuan
kurikulum ini adalah mengejar ketertinggalan setelah learning loss.
Mudah-mudahan ini jadi satu terobosan untuk melakukan lompatan,” ujar Djohan.
Kegiatan sosialisasi kurikulum di Provinsi Bengkulu dihadiri lebih dari
100 peserta dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik. Para peserta
merupakan pejabat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu dan Kota
Bengkulu, kepala sekolah, guru, pengawas sekolah, dan perwakilan organisasi
profesi guru, seperti PGRI dan IGI yang datang dari berbagai daerah di
Bengkulu. Tidak hanya dari Kota Bengkulu, sebagian besar peserta justru datang
dari luar Bengkulu, seperti Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Kaur, Kabupaten
Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong, Kabupaten Bengkulu
Selatan, dan Kabupaten Seluma.