SD Negeri Lau Pengkeruken

Jumat, 28 Januari 2022

Kurikulum Prototipe

 

Kurikulum Prototipe Utamakan Pembelajaran Berbasis Proyek

Mulai tahun 2022 hingga 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan tiga opsi kurikulum yang dapat diterapkan satuan pendidikan dalam pembelajaran, yaitu kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum prototipe. Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan dari kurikulum 2013 yang mulai diterapkan pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19. Kurikulum prototipe merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning).

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Perbukuan Kemendikbudristek, Supriyatno, mengatakan saat ini kurikulum prototipe sudah diterapkan di 2.500 satuan pendidikan yang tergabung dalam program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan pada tahun 2021. Namun mulai tahun 2022, satuan pendidikan yang tidak termasuk sekolah penggerak pun diberikan opsi untuk dapat menerapkan kurikulum prototipe.

“Tidak ada seleksi sekolah mana yang akan menggunakan Kurikulum Prototipe, namun yang kami lakukan hanya pendaftaraan dan pendataan. Sekolah-sekolah dapat menggunakan kurikulum prototipe secara sukarela tanpa seleksi. Baru nanti tahun 2024 Kemendikbudristek akan menetapkan kebijakan mengenai kurikulum mana yang akan dijadikan kurikulum nasional untuk pemulihan pembelajaran,” ujar Supriyatno dalam kegiatan Sosialisasi Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran di Kantor Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Bengkulu, Senin (17/1/2022).

Supriyatno mengatakan, salah satu karakteristik kurikulum prototipe adalah menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk mendukung pengembangan karakter sesuai dengan profil pelajar pancasila. Dalam kurikulum prototipe, sekolah diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah.

Pembelajaran berbasis proyek dianggap penting untuk pengembangan karakter siswa karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman (experiential learning). “Mereka mengalami sendiri bagaimana bertoleransi, bekerja sama, saling menjaga, dan lain-lain, juga mengintegrasikan kompetensi esensial dari berbagai disiplin ilmu,” kata Supriyatno.

Penerapan kurikulum prototipe untuk  pemulihan pembelajaran mendapat dukungan  positif dari anggota Komisi X DPR RI, Dewi Coryati. Dalam kesempatan yang sama, Dewi menuturkan, peserta didik maupun pendidik harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mengejar ketertinggalan dalam pembelajaran. “Seperti kata Charles Darwin, bukan yang terkuat yang menang, bukan yang terbesar yang bertahan, tetapi yang mampu beradaptasilah yang akan mampu bertahan. Kita di Bengkulu butuh adaptasi dengan waktu lebih panjang agar dapat menyerap kebijakan ini lebih baik. Jadi apa yang terbaik untuk Bengkulu nanti dapat ditambahkan dalam implementasi kurikulum prototipe,” ujarnya.

Terkait dengan pembelajaran berbasis proyek, Dewi berharap kurikulum prototipe dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Bengkulu yang kehidupannya agraris. Dewi mengatakan, salah satu produk agraria Bengkulu yang terkenal adalah kopi. “Kita punya universitas namanya Pat Petulai. Titik beratnya di sains perkopian. Ini yang perlu didukung. Sehingga kalau kurikulumnya disederhanakan kemudian lebih mendalam pada satu bidang, maka harus memperhatikan kebutuhan lokal dan melihat pasar ke depan, apa yang dibutuhkan,” ujarnya.

Dewi berharap, keleluasaan yang diberikan kepada pendidik dalam mengimplementasikan kurikulum prototipe dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga mewujudkan pembelajaran yang fokus pada kebutuhan masing-masing daerah serta memperhatikan kearifan lokal. “Sehingga anak-anak kita kalau nantinya akan melanjutkan kuliah dan kurikulumnya sudah disederhanakan, dia akan menjadi expert. Jadi dari kecil sudah fokus, lalu mengambil mata pelajaran yang relevan,” katanya.

Penerapan Kurikulum Prototipe tidak hanya dilakukan oleh Kemendikbudristek, melainkan membutuhkan dukungan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Selain Kemendikbudristek dan Komisi X DPR RI, peran pemerintah daerah juga sangat penting untuk melakukan pendampingan dalam mendukung pemulihan pembelajaran.

 Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Eri Yulian Hidayat, mengatakan perlu adanya percepatan untuk memulihkan proses pembelajaran. Karena itu ia sangat mengapresiasi upaya Kemendikbudristek dan Komisi X DPR RI yang melakukan kegiatan sosialisasi kurikulum untuk mendukung pemulihan pembelajaran.

Melalui kegiatan sosialisasi kurikulum, Eri berharap Kemendikbudristek dapat memberikan pencerahan dan pembinaan agar pemerintah pusat terus bersinergi dengan pemerintah daerah untuk pemulihan pembelajaran peserta didik. “Kita menyadari betapa tertinggalnya anak kita dalam menyerap pembelajaran karena pandemi. Ini merupakan cerminan awal upaya kita dalam rangka pemulihan pembelajaran di Provinsi Bengkulu. Kalau ini kita lakukan secara bersama, saya percaya pemulihan pembelajaran di Provinsi Bengkulu akan lebih baik dan lebih maju ke depannya,” tegasnya.

Implementasi kurikulum prototipe di daerah juga akan didampingi oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), salah satu unit pelaksana teknis Kemendikbudristek yang ada di setiap provinsi. Kepala LPMP Bengkulu, Djohan Achmadi, mengatakan kurikulum prototipe bertujuan untuk mengejar ketertinggalan peserta didik akibat learning loss.  LPMP Bengkulu siap mendukung implementasi kurikulum prototipe. “Kami siap menyosialisasikan, melakukan pendampingan, dan pemantauan penerapan kurikulum prototipe di Bengkulu. Tujuan kurikulum ini adalah mengejar ketertinggalan setelah learning loss. Mudah-mudahan ini jadi satu terobosan untuk melakukan lompatan,” ujar Djohan.

Kegiatan sosialisasi kurikulum di Provinsi Bengkulu dihadiri lebih  dari 100 peserta dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik. Para peserta merupakan pejabat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu, kepala sekolah, guru, pengawas sekolah, dan perwakilan organisasi profesi guru, seperti PGRI dan IGI yang datang dari berbagai daerah di Bengkulu. Tidak hanya dari Kota Bengkulu, sebagian besar peserta justru datang dari luar Bengkulu, seperti Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Kaur, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang,  Kabupaten Lebong, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Seluma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang sopan, jangan buang waktu untuk melakukan spam. Komentar yang mendidik dalam Dunia Pendidikan. Terimakasih.